Wednesday, February 17, 2016

Rezeki dan Iri Hati..~



Aku melihat hidup orang lain begitu nikmat,
Rupanya dia menutup kekurangannya tanpa perlu berkeluh kesah.

Aku melihat hidup teman-temanku tak ada duka dan kepedihan.
Rupanya dia pandai menutup dukanya dengan bersyukur dan redha.

Aku melihat hidup saudaraku tenang tanpa ujian,
Rupanya dia begitu menikmati badai hujan dlm kehidupannya.

Aku melihat hidup sahabatku begitu sempurna,
Rupanya dia berbahagia dengan apa yang dia ada.

Aku melihat hidup jiran tetanggaku sangat beruntung,
Ternyata dia selalu tunduk pada Allah untuk bergantung.

Setiap hari aku belajar memahami dan mengamati setiap hidup orang yang aku temui..

Ternyata aku yang kurang mensyukuri nikmat Allah..
Bahawa di satu sudut dunia lain masih ada yang belum beruntung memiliki apa yang aku ada saat ini.

Dan satu hal yang aku ketahui, bahawa Allah tak pernah mengurangkan ketetapan-Nya.

Hanya akulah yang masih saja mengkufuri nikmat suratan takdir Ilahi.

Maka aku merasa tidak perlu iri hati dengan rezeki orang lain.
Mungkin aku tak tahu dimana rezekiku. Tapi rezekiku tahu dimana diriku berada.

Dari lautan biru, bumi dan gunung, Allah telah memerintahkannya menuju kepadaku.
Allah menjamin rezekiku, sejak 4 bulan 10 hari aku dalam kandungan ibuku.

Amatlah keliru bila bertawakkal rezeki dimaknai dari hasil bekerja.
Kerana bekerja adalah ibadah, sedang rezeki itu urusan-Nya..
Melalaikan kebenaran dan gelisah dengan apa yang dijamin-Nya, adalah kekeliruan berganda..

Manusia membanting tulang, demi angka simpanan gaji, yang mungkin esok akan ditinggal mati.
Mereka lupa bahawa hakikat rezeki bukan apa yang tertulis dalam angka, tapi apa yang telah dinikmatinya.

Rezeki tak selalu terletak pada pekerjaan kita, Allah menaruh sekehendak-Nya.
Siti Hajar berulang alik dari Safa ke Marwah, tapi air Zam-zam muncul dari kaki anaknya, Ismail.

Ikhtiar itu perbuatan. Rezeki itu kejutan.

Dan yang tidak boleh dilupakan, setiap hakikat rezeki akan ditanya kelak, "Dari mana dan digunakan untuk apa?"

Kerana rezeki hanyalah "hak pakai", bukan "hak milik"...

Halalnya dihisab dan haramnya diazab.

Maka, aku tidak boleh merasa iri pada rezeki orang lain.
Bila aku iri pada rezeki orang, sudah seharusnya juga iri pada takdir kematiannya.

Senyum..=)

Isu Kemasukan 1.5 Warga Bangladesh - We are Better than This



Tidak salah untuk kita menyuarakan pendapat tentang kemasukan 1.5 juta warga Bangladesh ke dalam negara kita.

Tetapi jangan la kita memanggil mereka dengan nama seperti bangsa "perogol, "perompak""sampah". Perbuatan sedemikian adalah sangat tidak bermoral dan tidak melambangkan nilai seorang rakyat Malaysia.

When we are abroad, we dislike being stereotyped, kita saban hari berkongsi video mengenai islamophobia di negara barat. Tetapi amat memalukan, perbuatan tersebut dilakukan di tanah air kita sendiri.

Where is our manners? Di manakah budi bahasa kita?

Tidak salah kita mempersoalkan tindakan kerajaan. Tapi jangan la kita menjadi seorang yang rasis dan xenophobic seperti Donald Trump.

Malaysians, you are better than this.

My debate partner who is incidentally my roommate is a Bangladeshi. He is an Asian Debate Champion and World Class Debater.

Muhammad Yunus, a Bangladeshi social entrepreneur, banker, economist and civil society leader who was awarded the Nobel Peace Prize for founding the Grameen Bank and pioneering the concepts of microcredit and microfinance.

Both are exceptional people from the country that many of you decided to call "bangsa perogol".

Before we start judging a person based on their race or nationality, ask yourself, do you like being stereotyped?

Adakah anda suka dikutuk, dilabel dan dikeji ketika anda berada di negara asing untuk mendapat rezeki yang halal.

Sudah tentu tidak.

I personally disagree with the influx of foreign workers, but never will I label them as "bangsa perompak". Mereka adalah manusia sama seperti saya.

Tidak kira warna kulit ataupun bangsa, marilah kita belajar menghormati sesama manusia.


Disclaimer: Artikel ini adalah hasil nukilan sahabat 'Intuisiku'..